Seputar Issu Terorisme
SEPUTAR ISSU TERORISME
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby Al-Atsary
Tema seputar irhab (terorisme) menjadi pembicaraan hangat di setiap lapisan masyarakat dan ittijahat (berbagai pihak dengan berbagai kepentingannya). Setiap Negara memperbincangkannya, baik negara Islam atau bukan. Semua orang juga berbicara tentang irhab. (Begitu pula) orang-orang Islam dan non-muslim, anak-anak, dewasa dan wanita. Mereka semua membicarakannya. Sehingga, perlu disampaikan sebuah pernyataan yang menyejukkan dan menentramkan yang dapat menjelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya.
Kata irhab menurut tinjauan syari’at pada asalnya bukanlah kata yang dibenci. Bahkan ini merupakan kata yang mendapat porsi makna tersendiri di dalam syari’at dan di dalam Al-Qur’an.
Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan (membikin irhab pada) musuh Allah“.[al-Anfal/8 : 60]
Rasa gentar dan takut yang menyelinap di hati para musuh Islam, adalah ketakutan luar biasa, yang difirmankan Allah.
سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا
“Kelak Aku jatuhkan rasa takut ke hati orang-orang kafir“. [al-Anfal/8: 12]
Dan juga disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ
“Aku ditolong dengan rasa takut (yang ditanamkan kepada musuh) sejak sebulan perjalan“. [Hadits Riwayat Bukhari]
Jadi, kata irhab menurut istilah Islam yang Qur’ani bukan irhab dalam kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini, dan bukan pula irhab dalam kejadian mencekam yang problematis sekarang ini.
Sebab irhab menurut konteks kekinian dan menurut peristiwa problematis sekarang ini, identik dengan kerusakan, perusakan, pembunuhan membabi buta dan peledakan yang dilakukan secara ngawur, tanpa dasar petunjuk, bayyinah (bukti nyata) serta bashirah (ilmu) sama sekali. Akan tetapi hanya berdasarkan dorongan semangat dan emosi semata. Dengan dalih, sebagai pembelaan dan kecintaan terhadap agama. Namun tidak semua orang yang mencintai agama, dapat melaksanakan agama dengan baik dan benar.
Ibnu Mas’ud mengatakan :”Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak dapat meraihnya”.
Demikianlah,sesungguhnya prinsip dan asas Islam dalam jihad bertumpu pada perbaikan dan penyebaran hidayah, bukan penghancuran, pembunuhan atau peperangan, namun bermisi menebarkan hidayah kepada manusia, mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Dari kezhaliman serta keputusasaan menuju kebahagian dan curahan kebaikan. Acuannya terdapat pada firman Allah Azza wa Jalla.
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas“. [al-Baqarah/2 : 190]
Allah Azza wa Jalla menghubungkan terjadinya peperangan, disebabkan oleh peperangan, tanpa boleh bertindak melampui batas. Dan Allah menjelaskan pada akhir ayat, tindakan yang bengis dan kejam tidak disukai Allah Ta’ala.
Allah Azza wa Jalla berfirman.
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas“.
Bahkan Al-Qur’an melukiskannya dalam gambaran yang indah dalam ayat.
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. [al-Mumtahanah/60 : 8]
Dalam ayat pertama Allah mengatakan : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas”. Sedangkan pada ayat yang kedua Allah berfirman : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Inilah hakikat Islam dengan risalahnya yang luhur, prinsip-prinsipnya yang universal, bersifat baik dan berorientasi mempebaiki kondisi, tidak dibatasi oleh dimensi waktu maupun ruang, supaya menjadi agama Allah yang terakhir sebagai perwujudan firman Allah Azza wa Jalla.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang (diridhai) di sisi Allah adalah Islam“.
Dan firmanNya.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya“.
Begitulah agama Islam, keagungan tercermin pada pribadi Nabi Muhammad yang bersabda.
أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ketahuilah, aku diberi Al-Qur’an dan (wahyu) serupa datang bersamanya“.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap bahwa pengkhianatan terhadap perjanjian dengan orang kafir yang sedang dalam ikatan perjanjian bersama dengan kaum muslimin, baik atas permintaan orang kafir atau atas ajakan kaum muslimin. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap penghianatan itu sebagai dosa besar.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ قَتَلَ قَتِيْلاً مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا
“Barangsiapa membunuh seorang mu’ahad (dalam perjanjian dengan kaum muslimin), niscaya ia tidak akan mencium aroma Syurga. (Padahal) aroma syurga dapat tercium sejak empat puluh tahun perjalanan“. [Hadits Riwayat Bukhari No. 3.166]
Cermatilah wahai kaum muslimin dengan cara pandang Islam yang luhur, yang tercermin dalam syari’at yang bijak, dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bandingkanlah dengan fenomena menyedihkan yang terjadi di negera ini (Indonesia, -red). Perhatikanlah apa yang dilakukan sebagian kaum muslimin, dengan dalih jihad dan menegakkan semangat amar ma’ruf nahi mungkar, yang akhirnya mengguncang stabilitas keamanan dan mengacaukan masyarakat. Efeknya terjadi pembunuhan terhadap jiwa orang Islam. Padahal, darah mereka lebih terhormat di sisi Allah dibandingkan Ka’bah yang mulia.
Kemana mereka dengan ilmu (yang dimilikinya) atau (lebih pantasnya) dengan kebodohannya ? Kita tidak akan lupa terhadap tindakan mereka yang sadis dengan mengatasnamakan Islam, padahal sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam. Tidak ada toleransi bagi kita atas perbuatan mereka ini, ketika ada di antara mereka yang memperoleh penganiayaan, serta penyiksaan. Sebab Allah Azza wa Jalla telah berfirman.
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
“Dan balasan kejahatan adalah kejelekan serupa“.
Tentu saja semua ini termasuk dalam pedoman-pedoman syar’i.
Apalagi, mereka melakukannya dengan keburukan, tentunya akan mendapatkan imbalan keburukan yang berlipat ganda. Tindakan mereka tanpa pedoman ilmu, tanpa bayyinah (bukti), tanpa petunjuk dan tanpa taufikNya.
Saya kagum dengan ungkapan seorang da’i ketika menggambarkan para pelaku aksi-aksi merusak tersebut dengan mengatasnamakan Islam, yang mungkin dengan niat baik. Namun, niat baik tidak akan mengubah amalan jelek menjadi amalan shalih. Sebab sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya“.
Maksudnya sesungguhnya amalan baik tergantung niatnya yang baik pula.
Da’i itu mengatakan : “Sesungguhnya masalah utama kita dengan orang-orang itu, terletak pada permasalahan akal-akal mereka, bukan terletak pada hati-hati mereka”.
Mungkin hati mereka berniat baik, tapi belum cukup, sebab harus bersesuaian dengan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Bagaimana kalau peristiwa ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak musuh dengan memperalat mereka untuk merusak dan menodai citra Islam ?
Dalam kesempatan ini saya ingin menyebutkan satu perkara yang harus ditulis oleh sejarah dan harus diabadikan sepanjang masa. Bahwa dakwah Salafiyah dengan para ulamanya, da’i-da’inya, penuntut ilmunya dan guru-gurunya, benar-benar telah memperingatkan bahaya pemikiran-pemikiran ekstrim dan menyimpang ini. Pemikiran-pemikiran yang telah diingatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
“Hati-hatilah, jangan sekali-kali bersikap ghuluw (berlebihan) dalam agama. Sesungguhnya hal yang telah membinasakan orang-orang sebelummu hanyalah sikap ghuluw mereka dalam agama mereka“.
Dakwah Salafiyah yang diberkahi ini telah memperingatkan bahaya pemikiran-pemikiran menyimpang tesebut sejak lebih dari 20 tahunan, dan semakin menggema peringatan itu semenjak sepuluh tahun belakangan, sebelum kita mendengar di radio, koran, majalah dan media massa lain tentang issu terorisme.
Para ulama dakwah Salafiyah telah mengingatkan bahaya sikap ghuluw yang dibangun berdasarkan penyimpangan terhadap Al-Qur’an dan Sunnah ini, sejak bertahun-tahun lamanya dengan maksud agar istilah-istilah syar’i tertanam secara mengakar, kemudian meletakkannya sesuai dengan tempatnya. Baik berkaitan dengan istilah jihad, batasan-batasan, hak-hak serta ketentuan-ketentuannya, atau istilah kufur dan takfir, ataupun istilah-istilah lain yang masih banyak lagi.
Ini merupakan point penting yang harus dicamkan dalam benak dan ditanamkan dalam hati, supaya al-haq (kebenaran) sajalah yang menjadi penuntun dan pembimbing
Sebagai penutup ceramah saya, (saya sampaikan) dua hal penting yang berkaitan erat dengan negara ini, yang penduduknya baik-baik, mengagungkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dua perkara tersebut ialah.
- Negara ini adalah negara Islam terbesar yang berpenduduk lebih dari 200 juta, mayoritas adalah muslimin. Islam tersebar dengan luas di negeri ini sejak beberapa abad lalu, tidak dengan pedang, tetapi dengan akhlak, iman dan amal shalih. Mana bukti tuduhan terorisme kini yang ingin dilekatkan kepada Islam, yang -sebenarnya- sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam? Kita bersyukur kepada Allah, sebab di awal abad sebelum abad ini, Allah telah menempatkan seorang alim yaitu Syaikh Allamah Ahmad Asy-Syurkati yang meluruskan garis perjuangan, berdakwah kepada Al-Kitab dan Sunnah, memerangi syirik, khurafat, kesesatan, menyeleksi hadits yang dha’if dan memerangi bid’ah. Tokoh ini, telah berkerja mentauhidkan masyarakat negeri ini berdasarkan ilmu yang murni manhaj yang benar.
- Keharusan membedakan antar hakikat terorisme dengan pembelaan terhadap tanah air muslimin. Kalau ada negara menjajah negara lain, maka pembelaan diri tidak termasuk terorisme, meskipun menurut pengertian para musuh Islam. Justru (pembelaan ini) merupakan kewajiban yang diperintahkan sesuai dengan kemampuan dan kemudahan yang dimiliki. Negara ini selama empat abad melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda dan berhasil mengusir mereka dari tanah air.
Semoga Islam tetap berkibar di negeri ini, sehingga hati menjadi penuh dengan kebahagiaan, dan jiwa manusia dipenuhi keimanan.
(Diangkat dari dari ceramah Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby Al-Atsary Tanggal 5 Desember 2004 di Masjid Istiqlal Jakarta)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun VIII/1425H/2004M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2490-seputar-issu-terorisme.html